Jumat, 03 Januari 2014

TRADISI

Tata Cara Selamatan Kematian
Penghormatan ala Jawa bagi orang yang telah meninggal
Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Oleh karena itu kita sering mendengar istilah selametan yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal. Berikut diantaranya ritual yang dilakukan menurut adat istiadat Jawa. 

 
Upacara ngesur tanah (geblag)
Upacara ngesur tanah merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat hari meninggalnya seseorang. Upacara ini diselenggarakan pada sore hari setelah jenazah dikuburkan. Istilah sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah (membuat lubang untuk penguburan mayat). Makna sur tanah adalah memindahkan alam fana ke alam baka dan wadag semula yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah juga.
Bahan yang digunakan untuk kenduri terdiri atas:
Nasi gurih (sekul wuduk)
Ingkung (ayam dimasak utuh)
Urap (gudhangan dengan kelengkapannya)
Cabai merah utuh
Krupuk rambak
Kedelai hitam
Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
Bunga kenanga
Garam yang telah dihaluskan
Tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng ungkur-ungkuran)
Upacara tigang dinten (tiga hari)
Upacara ini merupakan upacara kematian yang diselenggarakan untuk memperingati tiga hari meninggalnya seseorang. Peringatan ini dilakukan dengan kenduri dengan mengundang kerabat dan tetangga terdekat.
Bahan untuk krnduri biasanya terdiri atas:
*Takir pontang yang berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi, bawang merah yang telah diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue apem putih, uang, gantal dua buah.
*Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah
Upacara pitung dinten (tujuh hari)
Upacara ini untuk memperingati tujuh hari meninggalnya seseorang.
Bahan yang digunakna untuk kenduri biasanya terdiri atas:
*Kue apem yang di dalamnya diberi uang logam, ketan, kolak (semuanya diletakkan dalam satu takir)
*Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang dicampur dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil, dan daging jeroan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut (conthong), serta pindang putih.
Upacara sekawan dasa dinten (empat puluh hari)
Upacara ini untuk memperingati empat puluh hari meninggalnya seseorang. Biasanya peringatannya dilakukan dengan kenduri. Bahan untuk kenduri biasanya sama dengan kenduri pada saat memperingati tujuh hari meninggalnya, namun ada tambahan sebagai berikut:
-Nasi wuduk
-Ingkung
-Kedelai hitam
-Cabai merah utuh
-Rambak kulit
-Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
-Garam
-Bunga kenanga
Upacara nyatus (seratus hari)
Upacara ini untuk memperingati seratus hari meninggalnya seseorang. Tata cara dan bahan yang digunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan empat puluh hari.
Upacara mendhak pisan (setahun pertama)
Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang diselenggarakan ketika orang meninggal pada setahun pertama. Tata cara dan bahan yang diigunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan seratus hari.
Upacara mendhak pindho (tahun kedua)
Upacara mendhak pindho merupakan upacara terakhir untuk memperingati meninggalnya seseorang. Tata cara dan bahan yang digunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan mendhak pisan.
Upacara mendhak katelu (nyewu)
Merupakan peringatan seribu hari bagi orang yang sudah meninggal. Peringatan dilakukan dengan mengadakan kenduri yang diselenggarakan pada malam hari. Bahan yang digunakan untuk kenduri sama dengan bahan yang digunakan pada peringatan empat puluh hari. ditambah dengan:
*daging kambing/domba becek. Sebelum dimasak becek, seekor domba disiram dengan bunga setaman, lalu dicuci bulunya, diselimuti dengan mori selebar sapu tangan, diberi kalung bunga yang telah dirangkai, diberi makan daun sirih. Keesokan harinya domba diikat kakinya lalu ditidurkan di tanah. Badan domba seutuhnya digambar pola dengan menggunakan ujung pisau. Hal ini dimaksudkan untuk mengirim tunggangan bagi arwah yang mati supaya lekas sampai surga. Setelah itu domba disembelih dan kemudian dimasak becek.
*Sepasang burung merpati dikurung dan diberi rangkaian bunga. Setelah doa selesai dilakukan, burung merpati dilepas dan diterbangkan. Maksud tata cara ini adalah juga untuk mengirim tunggangan bagi arwah agar dapat cepat kembali pada Tuhan dalam keadaan suci bersih tanpa beban.
*Sesaji, terdiri atas tikar bangka, benang lawe empat puluh helai, jodhog, clupak berisi minyak kelapa dan uceng-uceng (sumbu lampu), minyak kelapa satu botol, sisir, serit, cepuk berisi minyak tua, kaca/cermin, kapuk, kemenyan, pisang raja setangkep, gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu butir, beras satu takir, sirih dengan kelengkapan untuk menginang, bunga boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah dan diletakkan di tempat orang berkenduri untuk elakukan doa.
Kol(kol kolan)
Kol merupakan peringatan yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal setelah seribu hari. Ngekoli diselenggarakan bertepatan dengan satu tahun setelah nyewu. Saat peringatan ini harus bertepatan dengan hari dan bulan meninggalnya. Ngekoli dilakukan dengan kenduri dengan bahan kenduri: kue apem, ketan, dan kolak. Semuanya diletakkan dalam satu takir. Pisang raja satu tangkep, uang “wajib”, dan dupa.
Nyadran
Nyadran adalah hari berkunjung ke makam para leluhur/kerabat yang telah mendahului. Nyadran ini dilakukan pada bulan Ruwah atau bertepatan dengan saat menjelang puasa bagi umat Islam.
untuk memperjelas lagi sedikit arti/makna sesajinya dan unsur2 upacarnya:
*Sesajen upacara ngesur tanah : bermakna memindahkan roh jenazah dari alam fana ke alam baka. Kematian tersebut didoakan oleh para ahli waris dengan berbagai sesajen yang tujuannya mengharap keselamatan bagi orang yang meninggal dan mendapat ampunan dari Tuhan.
*Sesajen upacara tiga hari : untuk menyempurnakan 4 perkara yang disebut anasir yaitu bumi, api, angin, dan air.
*Sesajen upacara tujuh hari : maksudnya menyempurnakan pembawaan dari ayah dan ibu berupa darah, daging, sungsum, jeroan (isi perut), kuku, rambut, tulang, dan otot.
*Sesajen upacara empat puluh hari : maksudnya untuk menyempurnakan semua yang bersifat badan wadag (jasad)
*Upacara Mendhak pertama : maksudnya untuk menyempurnakan kulit, daging, dan jeroan-nya.
*Upacara Mendhak kedua : maksudnya untuk menyempurnakan semua kulit, darah, dan semacamnya yang tinggal hanyalah tulangnya saja.
*Upacara Mendhak ketiga : maksudnya untuk menyempurnakan semua rasa dan bau hingga semua rasa dan bau sudah lenyap.
*Tumpeng ungkur-ungkuran : bermakna bahwa mayit telah berpisah antara jasmani dan rohnya.
*Daun kelor atau dhadhap srep : bermakna bahwa mayit yang dimandikan hilang dari dosa-dosanya (simbol daun kelor), jalan menuju Tuhan akan mudah dan akan menjadi damai (simbol daun dhadhap srep).
*Menyembelih kambing : bermakna sebagai tunggangan mayat untuk menuju ke hadapan Tuhan.
*Burung merpati sepasang : bermakna agar mayat diharapkan saat menghadap Tuhan dalam keadaan suci bersih tanpa dosa dan beban.
*Sesajen kenduri : bermakna agar keselamatan selalu mengiringi orang yang meninggal sampai menghadap Tuhan.
*Kelapa muda : mempunyai arti toya wening/toya suci (air yang melambangkan kehingan dan kesucian). Jadi kelapa muda merupakan simbol yang mengandung harapan agar orang yang barusaja meninggal dilimpahi kesucian sehingga dapat segera menghadap Tuhan.
*Payung : Payung merupakan tanda belas kasih cinta sanak keluarga terhadap orang yang baru saja meninggal. Dimaksudkan agar orang yang baru saja meninggal itu tidak kehujanan dan kepanasan selama di liang kubur.
*Kembang setaman : bermakna penghormatan kepada jenazah dan untuk mengenang kebaikan-kebaikan yang dilakukannya selama hidupnya dan juga suatu upaya keluarga untuk mendoakan agar arwahnya diterima Tuhan.
Budaya Jawa terkenal mudah untuk menyerap budaya dari luar yang masuk tanpa kehilangan identitasnya. Suatu misal, dengan masuknya agama Islam, ritual selametan biasanya ditambahi dengan pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Surat Yasiin dan Tahlil.
Meski bagi sebagian masyarakat yang memahami Islam secara murni hal ini dapat dikategorikan sebagai bid’ah, namun bagi masyarakat yang masih memegang teguh tradisi leluhur hal ini sulit untuk ditinggalkan.
Karena hal ini merupakan wujud dari sikap hormat terhadap orang tua, serta sebagai bentuk pengejawantahan anak yang sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya dalam kepercayaan Islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar